Buaran, — Dalam rangkaian Semarak Hari Santri Nasional 2025, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Buaran menggelar pameran bertajuk “Gelar Karya Ulama dan Tokoh Buaran” di Pondok Pesantren Raoudlatul Huda, Desa Watusalam, Jumat (31/10/2025) malam.
Pameran ini menjadi salah satu bagian paling berkesan dari Resepsi Budaya bertema “Cakra Wasapa Silon Wono lan Siwego” (Menggapai Manisnya Cinta dengan Agama dan Budaya), yang menutup rangkaian Hari Santri di Kecamatan Buaran.
Acara yang diinisiasi oleh Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) MWCNU Buaran, bekerja sama dengan Lembaga Ta’lif wan Nasyr (LTN) MWCNU, menghadirkan suasana penuh nilai sejarah dan spiritualitas.
Berbagai koleksi berharga dipamerkan — mulai dari arsip-arsip MWCNU Buaran sejak tahun 1950-an hingga 1999, dokumen organisasi, foto-foto lama, hingga kitab karya ulama Buaran yang mencerminkan keluasan ilmu dan kedalaman spiritualitas mereka.
Warisan Ilmu dan Budaya yang Tak Lekang Zaman
Kitab-kitab yang dipamerkan mencakup berbagai bidang keilmuan pesantren — mulai dari nahwu, shorof, aqidah, qira’at sab‘ah, fiqih haji, dzikir, hingga kumpulan shalawat — karya para ulama Buaran seperti KH. Syakhowi, KH. Khudhori Tabri, KH. Bahri Sabrawi, KH. Ahmad Fadlun, KH. Mahrozi, dan sejumlah kiai sepuh lainnya.
Karya-karya tersebut menjadi bukti bahwa Buaran memiliki tradisi keilmuan pesantren yang kuat, berakar dalam, dan terus diwariskan lintas generasi.
Tak hanya manuskrip dan kitab, pengunjung juga dibuat takjub oleh koleksi benda pusaka peninggalan para pejuang Nahdliyin, seperti keris, kujang, dan tombak yang dahulu digunakan sebagai alat perjuangan dan simbol keberanian dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa.
PUSAKA MBAH ADAM JADI PUSAT PERHATIAN
Dari seluruh koleksi yang ditampilkan, perhatian publik tertuju pada pusaka-pusaka peninggalan almarhum Mbah Adam Grabyak , salah satu tokoh sepuh Pekalongan asal Buaran yang dikenal sebagai ulama pejuang dan ahli tirakat.
Adapun keris Kiai Sengekat milik Mbah Adam Grabyak serta Keris Kiai Jalak Ngore milik Mbah Khudlori Kertijayan dibawakan langsung oleh Ketua Komunitas Tosan Aji Pekalongan dan ditata secara khusus di ruang tengah pameran.
Keduanya dipajang lengkap dengan narasi sejarah dan kisah perjuangan, menjadi simbol nyata semangat juang para kiai dan santri Buaran di masa penjajahan — bukti bahwa perjuangan santri tidak hanya dilakukan dengan pena dan doa, tetapi juga dengan keberanian dan pengorbanan.
Penanggung jawab acara, Muhammad Kholil, menjelaskan bahwa pameran ini bukan sekadar menghadirkan benda lama, tetapi juga menghidupkan kembali kesadaran sejarah generasi muda.
“Kami ingin para santri dan masyarakat tahu bahwa Buaran memiliki jejak sejarah luar biasa. Pusaka Mbah Adam, arsip MWCNU, hingga kitab karya ulama — semuanya menunjukkan betapa kuatnya tradisi ilmu dan perjuangan di tanah Buaran,” ungkapnya.
Apresiasi Lesbumi dan PCNU Pekalongan
Ketua Lesbumi MWCNU Buaran, Ustadz Ahmad Ihsanuddin, menyebut pameran ini sebagai langkah nyata pelestarian khazanah pesantren dan kebudayaan lokal.
“Lesbumi berkomitmen menjaga dan merawat khazanah lokal. Warisan para ulama dan pejuang seperti Mbah Adam ini adalah identitas kita. Di sinilah agama, budaya, dan sejarah bertemu dalam satu napas,” ujarnya.
Kekaguman juga datang dari Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Pekalongan, KH. Muslih Chudhori, M.Si., yang hadir langsung meninjau pameran.
“Saya sangat mengapresiasi langkah MWCNU Buaran. Ini bukan sekadar pameran benda, tapi pameran nilai dan semangat. Dari karya ulama hingga pusaka Mbah Adam, semuanya mengingatkan kita pada perjuangan dan kecintaan para pendahulu terhadap agama dan bangsa,” tutur KH. Muslih.
Beliau menegaskan, kegiatan seperti ini penting untuk menjaga kontinuitas nilai-nilai ke-NU-an agar tetap hidup dan relevan bagi generasi santri masa kini.
Kirab Budaya dan Sholawat Warnai Malam Puncak
Sebelum pameran dibuka, acara diawali dengan kirab budaya yang diikuti jajaran pengurus MWCNU Buaran, badan otonom (banom), dan para santri.
Langkah demi langkah kirab diiringi pembacaan Sholawa, menciptakan suasana religius dan penuh haru di sepanjang jalan Desa Watusalam.
Para santri dan murid TPQ membawa oncor (obor tradisi Warisan) yang menyala, melambangkan semangat santri sebagai cahaya penerang umat di tengah kegelapan zaman.
Kirab tersebut menjadi simbol harmoni antara tradisi, keimanan, dan cinta tanah air.
Warisan yang Tak Sekadar Dikenang, Tapi Dihidupkan
Pameran “Gelar Karya Ulama dan Tokoh Buaran” menjadi bukti bahwa tradisi keilmuan dan perjuangan para ulama tidak lekang oleh waktu.
Di antara aroma kertas tua, kitab kuning, dan pusaka bersejarah, tersimpan pesan mendalam: bahwa warisan ulama dan pejuang tidak hanya untuk dikenang, tetapi untuk dilanjutkan — agar semangat cinta agama dan budaya terus menyala di hati santri sepanjang masa.
Editor: REDAKTUR MWCNU BUARAN